Sabtu, 05 Mei 2018

RENUNGAN H 3

KEMENANGAN
Berfirmanlah TUHAN kepadanya: “Tetapi Akulah yang menyertai engkau, sebab itu engkau akan memukul kalah orang Midian itu sampai habis.”
(Hakim-Hakim 6: 16)
UJIAN = KEMENANGAN. Dalam satu pertandingan olahraga, misalnya sepakbola, tim yang akan bertanding harus mempersiapkan pemain terbaiknya. Sesuai dengan aturan, masing-masing tim akan mempersiapkan 11 pemain, plus beberapa orang cadangan. Kesebelas orang ini harus mematuhi aturan yang berlaku di lapangan, jika mereka melakukan pelanggaran, bisa saja mereka mendapat kartu kuning atau kartu merah. Kartu kuning berarti peringatan atas perilaku di lapangan tetapi tidak di keluarkan dari permainan, tetapi, jika 1 pemain mendapat kartu merah, maka tim tersebut harus merelakan diri bermain hanya dengan 10 orang. Pertanyaannya, jika 10 orang pemain melawan 11 orang, bisa menang atau tidak? Mungkin bisa, tetapi mungkin tidak segampang ketika mereka masih memiliki pemain utuh, 11 orang, apalagi jika lawannya sangat tangguh dan hebat.

Nah, di dalam Alkitab ada satu cerita tentang sebuah peperangan yang tidak seimbang, antara 300 orang melawan satu pasukan yang sangat-sangat besar. Bukan hanya besar, tetapi juga sangat kuat dan berpengalaman dalam seni perang. Alkitab mencatat bahwa pasukan yang besar ini seperti belalang banyaknya, bahkan untanya bagaikan bintang di langit (Hakim-Hakim 6: 5; 7: 12). Kira-kira, kalau mereka berperang, pasukan yang hanya 300 orang bisa menang atau tidak? Sepertinya tidak akan mungkin untuk menang. Tetapi, Alkitab mencatat hal yang berbeda. 300 orang yang dipimpin oleh Gideon mampu memenangkan peperangan melawan orang Midian. Apa yang terjadi?
Ketika bangsa Israel tidak setia kepada Tuhan, maka Tuhan kirimkan orang-orang Midian selama tujuh tahun untuk menyengsarakan bangsa Israel. Tiap kali bangsa Israel harus menderita kelaparan dan kemiskinan walaupun mereka telah bertani dan beternak dengan rajin dan menghasilkan panen yang berlimpah. Kenapa? Karena hasil pertanian dan peternakan mereka dirampas hingga tak tersisa oleh orang Midian (Hakim-Hakim 6: 4). Kesusahan yang teramat-sangat itu membuat mereka berteriak, menjerit kepada Tuhan memohon pertolongan. Tuhan berbaik hati, Ia mendengarkan jeritan mereka dan mengutus seorang bernama Gideon anak Yoas untuk menjadi perpanjangan tangan Tuhan memberikan kebebasan bagi bangsa Israel. Gideon bersama dengan 300 orang pilihan TUHAN, berhasil menumpas pasukan Midian yang sangat besar itu hanya dengan senjata sangkakala, buyung dan juga obor.

Melalui tangan Gideon dan 300 orang pasukannya, Tuhan memberikan kemenangan bagi Israel atas Midian. Itu artinya, kesengsaraan yang mereka lewati selama tujuh tahun di bawah kekuasaan Midian berakhir dengan kemenangan yang diberikan oleh Tuhan. Itu bukan karena Gideon hebat dalam memimpin, tetapi semata-mata karena tangan dan belas kasihan Tuhan kepada bangsa Israel.
Anak-anak yang dikasihi Tuhan, ujian yang kita hadapi hari ini, akan membuahkan kemenangan (kelulusan) jika kita sungguh-sungguh memohon pertolongan Tuhan. Karena hanya Tuhanlah yang dapat memberikan kemenangan itu. Oleh karena itu, mari, kita meminta dengan sungguh kepada Tuhan kekuatan untuk melewati ujian ini dan meminta Dia yang memberikan kemenangan kepada kita. Amin.

Doa: Tuhan Yesus yang baik, ketika kami menghadapi ujian, kami percaya bahwa Tuhanlah yang akan memberikan kemenangan atas ujian ini. Semua kemenangan itu bukan karena kuat dan gagah kami, tapi hanya karena belas kasihan Tuhan. Terimakasih Tuhan. Dalam nama Tuhan Yesus kami berdoa, amin.

RENUNGAN H 2

BATU LONCATAN
Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah reka-rekakan untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar.
(Kejadian 50: 20)

UJIAN = BATU LONCATAN. Pernah mendengar kata batu loncatan? Kalau kamu jalan-jalan ke alam bebas, kemudian melewati sungai kecil dan harus menyebranginya, tetapi kamu tidak ingin basah, tentu kamu akan mencari batu-batu yang menonjol ke permukaan untuk berpijak dan meloncat. Nah, itu yang dimaksud sebagai batu loncatan. Pernah melakuan itu? Pengertian lain tentang batu loncatan adalah sarana (jalan, usaha) untuk maju atau untuk memperoleh kedudukan (pekerjaan/ pendidikan) yang lebih baik.
Seorang anak Tuhan bernama Yusuf di Alkitab, pernah mengalami ujian-ujian yang akhirnya menghantarkannya kepada kebaikan (posisi yang tinggi di Mesir) yang telah dirancangkan oleh Tuhan baginya. Apa ya ujiannya?
  1. Dimusuhi oleh saudara-saudaranya, karena mereka iri, Yusuf menjadi anak kesayangan ayahnya, ditambah lagi, Yusuf dianggap sebagai seorang “pemimpi”, orang yang senang mengkhayal. Tidak hanya dimusuhi, tetapi juga di jual kepada orang asing (orang Midian) dengan harga yang murah (Kejadian 37).
  2. Di tempat asing (Mesir), ia dijual lagi kepada Potifar dan diperlakukan sebagai budak yang harus mengabdikan segenap kehidupannya kepada tuannya (Kejadian 39) .
  3. Di tempat asing ia dipenjarakan, dipasung walau ia tidak bersalah, melainkan hanya difitnah (Kejadian 39: 11-23).
  4. Di tempat asing, ia membantu orang asing (juru minum), tetapi kebaikannya dilupakan, selama 2 tahun (Kejadian 40).

Semua ujian yang Yusuf alami, tidak membuatnya bersedih, marah, lari kepada hal-hal yang negatif, mundur dari Tuhan, bahkan menyalahkan Tuhan. Tetapi justru sebaliknya, ia tetap setia dan bersandar sepenuhnya kepada Tuhan. Kejadian 50: 20, menjadi fakta tertulis bagaimana Yusuf percaya sepenuhnya pada campur tangan Tuhan dalam kehidupannya.
Dari awal kehidupan hingga akhirnya, Tuhan terus menyertai Yusuf dan melimpahkan kasih kepadanya, Tuhan menyertai dia dan membuat semua yang dikerjakannya berhasil di manapun ia berada. Baik di rumah Potifar, di dalam penjara dan akhirnya di istana raja Firaun.
Anak-anak yang dikasihi Tuhan, setiap ujian yang Tuhan berikan kepada Yusuf menjadi batu loncatan iman dan juga keberhasilan hidup Yusuf.
Setiap kita juga mengalami ujian dalam kehidupan kita, salah satunya adalah ujian yang sedang kita hadapi hari ini. Apakah ujian ini akan menjadi batu loncatan buat kita? Baik sebagai batu loncatan iman percaya kita kepada Tuhan, maupun batu loncatan kehidupan kita ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Tuhan Yesus memberkati kita semua. Amin.
Doa: Tuhan Yesus yang baik, ajar ku selalu bersyukur atas setiap tantangan dalam kehidupanku, mampukanku melewati tantangan-tantangan itu dan menjadikannya sebagai batu loncatan. Dalam nama Tuhan Yesus kami berdoa, amin.

Renungan Harian Ujian Nasional Kelas 6 H1

TAKUT
Yosafat menjadi takut, lalu mengambil keputusan untuk mencari TUHAN. Ia menyerukan kepada seluruh Yehuda supaya berpuasa. Dan Yehuda berkumpul untuk meminta pertolongan dari pada TUHAN. Mereka datang dari semua kota di Yehuda untuk mencari TUHAN.
(2 Tawarikh 20: 3-4)

UJIAN = TAKUT, itukah yang kamu rasakan? Takut apa? Tidak lulus? Iya, takut tidak lulus. Saya juga pernah merasakan apa yang kamu rasakan, ketika menghadapi ujian, takut tidak lulus. Ujian itu ibarat perang, kalo kurang senjatanya, bisa jadi kalah, kalau kurang pasukannya, mungkin saja kalah, apalagi jika tidak ada pemimpinnya, atau pemimpinnya takut, wah kacau deh. Nah untuk menghadapi UJIAN yang = PERANG itu, apa yang bisa kita lakukan? Berdiam diri sajakah dalam ketakukan tanpa melakukan apa-apa, alias pasrah atau berbuat sesuatu?

Ada seorang raja yang bernama Yosafat, ia adalah raja di kerajaan Yehuda, salah satu kerajaan yang didirikan oleh bangsa Israel. Pada suatu hari, kerajaan ini diserang oleh bangsa Moab dan Amon, namun, rajanya, Yosafat, TAKUT. Sebagai seorang pemimpin suatu kerajaan, harusnya ia tidak boleh takutkan? Tetapi Alkitab menuliskan dalam 2 Tawarikh 20: 3a bahwa Raja Yosafat TAKUT. Kok bisa? Setidaknya ada 3 alasan kenapa ia menjadi takut:

  1. Yang menyerang Yehuda adalah bani Amon, Moab, Meunim dan bangsa-bangsa di sekitarnya. Itu artinya, ada pasukan-pasukan perang yang sangat-sangat besar siap mengempur Yehuda. Siapa yang ga takut?
  2. Pasukan bani Amon dan Moab adalah pasukan yang sangat tangguh, mereka memiliki pasukan yang pintar ilmu perang, dan memiliki perlengkapan perang yang jauh lebih canggih dibandingkan dengan Yehuda. Siapa yang tidak takut?
  3. Posisi Yehuda telah dikepung. Pengepungan dalam konteks peperangan zaman dahulu atas sebuah kota adalah blokade atas semua hal. Semua pintu masuk dikepung. Bahkan saluran air dihambat sehingga orang-orang yang terkepung akan ketakutan karena kekurangan pasokan air dan bahan makanan, dan tidak berdaya untuk kemudian menyerah. Cara ini dilakukan untuk melumpuhkan kekuatan musuh, sehingga pada waktunya, penyerang akan mendapatkan kemenangan mutlak setelah terlebih dahulu melemahkan musuh.
Yosafat dan kerajaannya, mengalami krisis yang sangat-sangat menakutkan, tetapi ia tidak berdiam diri saja, ayat 3 menuliskan bahwa ia mengambil keputusan untuk MENCARI TUHAN. Tidak hanya sendiri, ia mengajak seluruh rakyatnya untuk berpuasa, merendahkan diri di hadapan Tuhan, memohon pertolongan-Nya. Dan yang terjadi kemudian, Tuhan sendiri yang turun tangan memimpin peperangan Yehuda, 2 Tawarikh 20: 15c “beginilah firman TUHAN kepadamu: Janganlah kamu takut dan terkejut karena laskar yang besar ini, sebab bukan kamu yang akan berperang melainkan Allah.”). Ia mengacaubalaukan pasukan Moab dan Amon, bahkan menghancurkan mereka hingga tak tersisa, bahkan mereka saling bunuh-membunuh (2 Tawarikh 20:23-25). Dan kemenanganpun menjadi milik Raja Yosafat dan segenap rakyat Yehuda.

Ingat, ketika kita mengalami ketakutan yang teramat sangat, bahkan sudah putus asa, segala cara sudah kita lakukan, tetapi kita masih merasa TAKUT, datanglah kepada Tuhan, rendahkan diri di hadapan-Nya, mintalah pertolongan-Nya, maka Ia akan memberikan jalan keluar yang terbaik bagi kita. Seperti firman Tuhan berkata “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.” Kiranya Tuhan menolong kita, Tuhan Yesus memberkati. Amin

Doa:
Tuhan Yesus yang baik, terimakasih untuk ujian yang Tuhan berikan kepada kami hari ini. Berikan kami hikmat untuk bisa menghadapi dan melewati ujian hari ini. Dalam nama Tuhan Yesus kami berdoa. Amin.

Jumat, 16 November 2012

Theological Reflection


Ketika kita berbicara tentang isu-isu gereja masa kini, maka pembicaraan kita tidak bisa terlepas dari permasalahan-permasalahan yang semakin banyak berkembang saat ini di dalam gereja. Seperti, bagaimana wajah gereja saat ini, bagaimana pandangan masyarakat saat ini tentang gereja, bagaimana keberadaan gereja bukan lagi sebagaimana mestinya sebuah gereja dan masih banyak lagi isu-isu yang berkembang berkenaan dengan kondisi dan keberadaan gereja pada umumnya dan bagaimana terpuruknya gereja di tengah zaman ini.
Para pemikir atau teolog Kristen di Indonesia seperti Pdt. Eka Darmaputera, sedikit banyak sangat memperhatikan hal ini. Ia menyatakan ada Tripanggilan (bersaksi, bersekutu, melayani) gereja yang seharusnya dilaksanakan oleh gereja, tetapi pada kenyataannya hal itu tidaklah berjalan sebagaimana mestinya. Selain itu, ada juga yang berpendapat bahwa gereja tidak lagi memiliki tujuan yang jelas di dalam keberadaannya. Padahal, dengan jelas dapat dilihat bahwa gereja memiliki 5 tujuan dasar di dalam keberadaannya, yang disingkat dengan IP4, yakni ibadah, persekutuan, pelayanan, pemuridan dan penginjilan.
Melihat kondisi ini, maka patutlah dipikirkan dan direnungkan lagi keberadaan gereja di tengah bangsa Indonesia ini. Dalam perkuliahan pertama mata kuliah ini, ada beberapa hal yang dipaparkan berkenaan dengan pandangan Pdt. Eka Darmaputera tentang wajah gereja. Beliau menggambarkan gereja seperti manusia yang “mandul” karena tidak lagi hidup dan berkembang, juga mengalami “kelumpuhan dan ketidakberdayaan” yang diistilahkannya dengan sebutan insignifikansi internal dan irelevansi eksternal. Dengan keberadaan gereja yang demikian membawa suatu pemahaman tersendiri bagi masyarakat terhadap gereja. Mereka tidak lagi menunjukkan wajah yang bersahabat, malah sebaliknya, mereka menunjukkan sikap curiga dan semakin tidak bersahabat. Di tambah lagi dengan perpecahan yang terjadi dalam tubuh gereja sehingga menimbulkan cap bahwa “orang Kristen hobby berkelahi” dan sangat gampang untuk memecah-belah mereka. Tanpa dipecah-belahkan pun mereka telah memecahkan dirinya, seperti yang dipaparkan oleh Paulus kepada jemaat di Korintus (I Korintus 3:4-5), bahwa jemaat di Korintus merasa bahwa mereka berasal dari golongan yang berbeda dan setiap golongan merasa merekalah yang paling benar, baik itu yang mengaku berasal dari golongan Paulus atau Apolos. Padahal, jemaat semua mengikuti jalan yang benar di mana Paulus dan Apolos memiliki tugas masing-masing dalam jemaat, dan Tuhan yang keduanya beritakan melengkapi mereka untuk kemuliaan nama-Nya. Demikian juga halnya dengan gereja masa kini. Mereka merasa bahwa golongan merekalah yang paling benar secara doktrin dan pengajaran, sedangkan gereja yang lain tidak lebih benar dari mereka dan demikian sebaliknya, sehingga kondisi ini menimbulkan GAP di antara gereja-gereja yang ada dan pada akhirnya timbul ketidaksehatian dalam tubuh Kristen itu sendiri dan sangat gampang untuk memecah-belah mereka.
Kondisi dan keberadaan ini menjadi problem tersendiri bagi gereja. Bagaimana gereja bisa mengabarkan tentang kasih Tuhan dan berbicara dengan banyak orang tentang penebusan Allah ketika gereja sendiri sebelum berbicara telah ditolak oleh mereka? Hal inilah yang seharusnya menjadi perhatian dan bahan perenungan bagi semua orang yang menyatakan dirinya adalah warga gereja, baik itu hamba Tuhan, majelis gereja, bahkan jemaat awam sekalipun.
Dikatakan lagi bahwa gereja tidak lagi memiliki kredibilitas yang tinggi, sehingga image ini menciptakan image lainnya yang diberikan masyarakat kepada gereja. Seperti, “gereja adalah pejuang yang setengah hati,” karena gereja tidak berubah dan mengubah di tengah masyarakat yang berubah, sehingga gereja terasing dari dinamika yang terjadi di masyarakat. Gereja lebih banyak bersembunyi dalam sarangnya dan mencari aman dan melupakan tugas dan tanggung jawab mereka sebagai duta Allah. Dan kritik pedas yang disampaikan oleh Pdt. Eka Darmaputera menyatakan bahwa gereja saat ini memang buta, tuli, bisu, mandul dan lumpuh.
Kenyataannya memang benar seperti yang dipaparkan oleh Pdt. Eka Darmaputera, gereja tidak lagi menarik dan merupakan suatu tempat yang membosankan dalam kondisi yang buta, tuli, bisu, mandul dan lumpuh, di mana banyak sekali permasalahan yang terjadi di dalam tubuh gereja itu sendiri yang seharusnya menjadi suatu perhatian bagi gereja tetapi tidak pernah diperhatikan oleh orang-orang yang berada di dalam gereja sehingga segala sesuatunya itu dibiarkan begitu saja.
Wacana yang telah dipaparkan oleh Pdt. Eka Darmaputra dapat menjadi suatu bahan renungan bagi gereja, bagaimana seharusnya gereja berbenah dan memperbaiki diri agar fungsi gereja yang sesungguhnya dapat dijalankan sesuai dengan apa yang Tuhan kehendaki.
Ketika gereja memasuki masa sekarang ini, di mana segala sesuatunya terus berubah, maka gereja juga harus menjawab tantangan zaman ini dengan terus memupuk diri dan menggali potensi yang ada sehingga gereja tetap eksis untuk memuliakan nama Tuhan. Gereja tidak bisa stagnan dan puas dengan keberadaan mereka yang sama sekali tidak berubah dan hal itu membuat manusia tidak lagi tertarik dengan gereja. Gereja menjadi gedung tua yang ditinggalkan oleh orang-orang dan akan semakin dilupakan jika gereja tidak segera berbenah diri.
Oleh karena itu, segala aspek yang berkenaan dengan gereja harus membenahi diri untuk bisa menjawab tantangan zaman ini dan dapat membawa masyarakat pada pemahaman yang benar tentang gereja dan lebih dari pada itu, orang dapat mengenal Kristus dengan lebih dalam dan lebih lebih sungguh lagi melalui gereja.
Personal Reflektion
Selain berbicara tentang gereja secara keseluruhan, isu-isu gereja masa kini juga berbicara tentang pribadi-pribadi yang dipanggil secara khusus oleh Allah, yang dikhususkan dan dikuduskan Allah untuk melayani-Nya, yakni para hamba Tuhan.
Berkenaan dengan hal ini, ada banyak isu yang diangkat berkaitan dengan keberadaan hamba Tuhan di gereja dan di tengah lingkungannya di masyarakat, dan dalam bagian ini mungkin hanya beberapa yang dapat dibicarakan. Pertama, hamba Tuhan dalam dunia yang berubah adalah agen Allah dalam perubahan tersebut. Sebagai agen Allah, tentu hamba Tuhan dituntut lebih banyak dibandingkan dengan manusia pada umumnya. Mereka harus bisa dan mampu hidup berbeda dari manusia pada umumnya dan membawa manusia-manusia itu untuk kembali kepada Tuhan lewat perubahan yang ada saat ini.
Dalam zaman yang semakin maju dan berubah ini, seorang hamba Tuhan tidak hanya dituntut sekedar mengurusi urusan gereja. Tetapi lebih dari pada itu, seorang hamba Tuhan juga diharapkan menjadi manusia super yang segala sesuatunya harus menguasai atau setidaknya tahu. Tetapi hal ini tentulah bukanlah menjadi suatu hal yang gampang, apalagi berbicara tentang konteks. Mungkin bagi hamba Tuhan di kota mengetahui segala sesuatu sangat gampang, tinggal mau atau tidak mereka belajar lebih banyak lagi, tetapi bagaimana halnya dengan hamba Tuhan yang tinggal di pedesaan yang dapat dikatakan bahwa segala-galanya terbatas. Bagaimana jika mereka dituntut untuk lebih pintar dan lebih banyak tahu? Ditambah lagi dengan pandangan jemaat yang beragam terhadap hamba Tuhan, di mana segala gerak-gerik yang dilakukan seorang hamba Tuhan menjadi sesautu yang “nikmat” untuk dibicarakan. Segala sesuatu yang dilakukan seorang hamba Tuhan selalu salah, jalan ke kanan salah apalagi ke kiri, dan hal seperti inilah yang saya pikir tidak adil untuk seorang hamba Tuhan.
Terkadang jemaat lupa bahwa hamba Tuhan adalah manusia biasa yang juga terbatas dalam segala sesuatunya. Karena itu mereka menuntut hamba Tuhan seperfek mungkin, tidak boleh ada cela sedikitpun. Sekali ada cela maka selamanya mereka tidak bisa diampuni dan diperlakukan semena-mena, bahkan “tanpa salahpun” mereka bisa diperlakukan semena-mena seperti pembantu atau pekerja saja. Jemaat lupa bahwa hamba Tuhan itu adalah manusia biasa tetapi yang diutus Tuhan, untuk apa? Untuk memberitakan Kristus kepada dunia.
Tidak berhenti sampai di sini, ternyata persoalan hamba Tuhan itu begitu kompleks, misalnya, ketika seorang hamba Tuhan yang telah berkeluarga dan memiliki banyak sekali tanggungan hidup yang harus mereka penuhi, sedangkan tunjangan yang diberikan gereja tidak mencukupi, apakah yang harus mereka lakukan? Berbisnis? Kembali ke diskusi kelas yang dilakukan kemarin, ternyata hal inipun melihat konteks tempat di mana hamba Tuhan itu berada dan bagaimana sistem gereja yang telah mengatur hal ini. Seorang hamba Tuhan di kota dan melayani di gereja yang lumayan besar tentu tidak ada kesempatan untuk mencari penghasilan lain di luar gereja karena mereka sibuk dengan pelayanan dan tentu tunjangan yang mereka terima itu cukup untuk kebutuhan mereka. Berbeda halnya dengan hamba Tuhan yang melayani di pedesaan bahkan di pedalaman, mereka harus bisa mandiri untuk mencari kebutuhan mereka. Kenapa? Tentu saja karena kondisi jemaat yang mereka layani. Kemungkinan besar, jemaat bukanlah jemaat yang telah maju dan sangat mampu, merekapun sangat terbatas. Ada kalanya persembahan yang mereka bawa bukanlah berupa uang, tetapi hasil bumi yang mereka miliki itulah yang menjadi persembahan mereka. Dalam keberadaan seperti ini, mau tidak mau seorang hamba Tuhan harus bisa berhikmat melihat kondisi dan situasi yang ada dan tidak bergantung kepada jemaat.
Isu lainnya yang berkembang adalah ketika seorang hamba Tuhan tidak lagi mengutamakan Tuhan dalam pelayanannya dan menempatkan diri di posisi Tuhan, sehingga orang-orang tidak lagi mencari Tuhan, tetapi mencari “hamba Tuhan” ini. Sungguh sesuatu yang sangat ironis di mana seharusnya seorang hamba itu memberitakan tentang Tuannya, tetapi yang terjadi malah sebaliknya. Segala praktik yang mereka lakukan tidak ada bedanya dengan dukun-dukun yang ada dalam zaman ini dan ini membawa keuntungan pribadi. Semakin berkembang lagi dengan pemahaman dan pengajaran tentang Kristus yang mulai dibelokkan dan menyatakan keselamatan di luar Kristus.
Jika diperhatikan dengan seksama dan direnungkan, sungguh sangat ironis, kehidupan seorang hamba Tuhan pun bisa bergeser dari nilai-nilai ilahi yang diberikan dan difirman oleh Allah, mengikuti nilai-nilai yang diajarkan oleh dunia ini. Seorang hamba Tuhan tidak lagi malu dan sungkan untuk berbuat dosa dan mencoreng nama Tuhan di depan wajah dunia, sehingga hal ini membawa pandangan tersendiri bagi hamba Tuhan pada umumnya dan dapat dijadikan tolak ukur global oleh masyarakat dunia. Untuk itu, seorang hamba Tuhan harus memiki integritas yang tinggi dan dapat membawa jemaat (khususnya) dan masyarakat (umumnya) mengenal dan tahu tentang siapa hamba Tuhan itu dan bagaimana seharusnya kehidupannya. 

Jumat, 28 September 2012

Penyakit Porno

Seperti judul yang saya tulis di atas, hal-hal yang berbau porno sudah menjadi wabah yang memborok dan sulit sekali untuk disembuhkan. Mewabah dalam dunia orang dewasa bahkan sudah menjalar dan mengakar di dalam kehidupan anak-anak yang masih "bau kencur". Hal ini terlihat dari maraknya gambar-gambar, foto-foto, video-video, film-film yang sedikit menyerempet atau bahkan bener-benar menjual dan mempertontonkan hal-hal demikian, dan semakin parah karena sudah berubah wujud sebagai pola hidup beberapa kalangan, dan bukan perkara sulit untuk mendapatkan keseluruhan atau sebagian kecil dari "penyakit" ini.

Dimulai dengan alasan coba-coba, hingga terbiasa bahkan kecanduan. Coba-coba karena penasaran "bagaimana sich bentuk penyakit itu?" rasa penasaran terus menjalar kemudian berusaha memenehi rasa penasaran itu dengan melihat. Setelah melihat satu, tidak puas, ternyata masih bayak lagi yang lainnya dengan bentuk dan karakter berbeda. Dari coba-coba menjadi terbiasa, dari satu bentuk ke bentuk lainnya, lama-lama menjadi "candu" ada yang kurang kalau tidak melihat, merasa ketinggalan kalau tidak tahu barang baru, merasa aneh karena tidak dirayapi penyakit ini pelan-pelan menjadi pola yang mengikat, bahkan sangat mengakar dan tidak dapat disembuhkan. Jika sudah demikian, apa yang terjadi kemudian? Kelumpuhan akal sehat, kerusakan moral, bahkan tindakan kriminal yang merugikan diri sendiri dan orang lain akhirnya KEMATIAN TOTAL, karena semua sistem pemikiran telah dikuasai oleh penyakit ini.

Pertanyaannya, bagaimana jika sudah seperti ini?? Apa yang harus dilakukan??  
Pertama, berani pada diri sendiri, berani untuk menyadari, mengakui dan memusnahkan penyakit itu, bahkan harus segera dimusnahkan. Kedua, berani kepada Pencipta, berani untuk mengakui kesalahan itu, menyelesaikan bersama-Nya dan meminta bantuan-Nya untuk melepaskan penyakit itu. Ketiga, berani kepada orang lain, berani untuk datang kepada orang yang benar-benar bisa membantu untuk menyembuhkan penyakit itu.

Tentu tidak gampang, ada dan butuh proses dan kerinduan untuk menyelesaikannya....dan satu terakhir, bantuan dari PENCIPTA yang hebat dan luar biasa itu maka penyakit itu akan sembuh.




Rabu, 26 September 2012

Kenangan Mengenang

alunan syair membinggungkanku, membawaku terbayang melayang kembali keperadaban sebelum saat ini... aku semakin larut dan semakin binggung, kemana otakku melayang membawaku... hati juga mendung mendukung suasana yang telah tercipta dalam ruang kerajaanku...

ah... rasa syahdu mengelitik kalbu, mengingat suatu masa yang sudah lama berlalu dan tentang mereka yang juga sudah lama hilang melayang dan akupun tak tahu kemana mereka berlalu....

manik-manik mata pun perlahan-lahan berlomba menuju tempat terbawah yang bisa mereka capai, beriringan dengan lyric-lyric yang mengalun indah membongkar ingatan itu, tentang masa yang sudah berlalu sehingga kenangan mengenang membentuk kolam pemikiran yang tak terbatas...
ah... kenapa kembali lagi? kenapa terpikir lagi? kenapa teringat lagi? membinggungkan sekaligus menyakitkan juga menyebalkan.......

perasaan, membawa langkah kaki kembali pada masa yang telah pergi, membawa kembali semua yang sudah mati, membangunkan semua yang menyepi, menyatukan dalam kolam pemikiran yang tak terbatas itu...

ah......

Jalanan



Keluar dari pintu, aku menemukan jalanan yang begitu ramai, ada orang-orang yang duduk-duduk sambil berbincang, tertawa, merekok, minum....berbelok ke kanan, telusuri terus jalanan itu...kembali aku menemukan banyak mereka yang berpakaian dinas sedang duduk di kursi-kursi minuman di jalanan itu. Tiba ku dikotak kubus, kuketok dalamnya, ternyata tak ada isinya, kembali kuberjalan.

Jalanan itu tetap riuh oleh suara-suara itu, manusia berusaha bersaing mengalahkan mesin-mesin itu, gelak tawa terus membahana mengalun bersama suasana panas pekat menyengat... Tak kurasa peluhku mulai menetes.

Tak kurasa kakiku melangkah memasuki benda persegi panjang itu, menikmati bagian demi bagian di dalamnya, ku temukan aroma yang menyegarkan dan menenangkanku, ku singgahi tempat yang lain lagi, ku menemukan seorang perempuan yang merasa mendahulukan ku dan berusaha berdebat dengan pria itu yang  menyerebotku, akhirnya mereka berakhir dan aku selesai dengan benda persegi panjang itu.

Kembali aku menapaki jalan yang sama dengan aku pergi tadi, aku tetap menemukan pria-pria berseragam itu, dengan kendaraan yang mereka miliki, mereka bergerombol, aku tidak tahu apa yang terjadi di sini, hanya terlihat siaga di mana-mana.... kakiku tak mau berhenti, terus melangkah, mataku menemukan stand buah-buahan, ada pula kue khas suatu perayaan, hatiku bertanya, "akan ada perayaan apa ya?" aku tetap binggung, tapi kakiku tak berkompromi dengan bibir, otak dan mataku, dia terus melangkah..

Kutemukan lagi gelak tawa mereka, rokok, perbincangan, akhirnya kakiku berhenti, otak memerintahkan tangan tuk merogoh saku, mengambil kunci dan membuka pintu. Rupanya ku harus masuk kembali ke dalam kerajaanku...

Jalanan sudah berlalu............