Jumat, 16 November 2012

Theological Reflection


Ketika kita berbicara tentang isu-isu gereja masa kini, maka pembicaraan kita tidak bisa terlepas dari permasalahan-permasalahan yang semakin banyak berkembang saat ini di dalam gereja. Seperti, bagaimana wajah gereja saat ini, bagaimana pandangan masyarakat saat ini tentang gereja, bagaimana keberadaan gereja bukan lagi sebagaimana mestinya sebuah gereja dan masih banyak lagi isu-isu yang berkembang berkenaan dengan kondisi dan keberadaan gereja pada umumnya dan bagaimana terpuruknya gereja di tengah zaman ini.
Para pemikir atau teolog Kristen di Indonesia seperti Pdt. Eka Darmaputera, sedikit banyak sangat memperhatikan hal ini. Ia menyatakan ada Tripanggilan (bersaksi, bersekutu, melayani) gereja yang seharusnya dilaksanakan oleh gereja, tetapi pada kenyataannya hal itu tidaklah berjalan sebagaimana mestinya. Selain itu, ada juga yang berpendapat bahwa gereja tidak lagi memiliki tujuan yang jelas di dalam keberadaannya. Padahal, dengan jelas dapat dilihat bahwa gereja memiliki 5 tujuan dasar di dalam keberadaannya, yang disingkat dengan IP4, yakni ibadah, persekutuan, pelayanan, pemuridan dan penginjilan.
Melihat kondisi ini, maka patutlah dipikirkan dan direnungkan lagi keberadaan gereja di tengah bangsa Indonesia ini. Dalam perkuliahan pertama mata kuliah ini, ada beberapa hal yang dipaparkan berkenaan dengan pandangan Pdt. Eka Darmaputera tentang wajah gereja. Beliau menggambarkan gereja seperti manusia yang “mandul” karena tidak lagi hidup dan berkembang, juga mengalami “kelumpuhan dan ketidakberdayaan” yang diistilahkannya dengan sebutan insignifikansi internal dan irelevansi eksternal. Dengan keberadaan gereja yang demikian membawa suatu pemahaman tersendiri bagi masyarakat terhadap gereja. Mereka tidak lagi menunjukkan wajah yang bersahabat, malah sebaliknya, mereka menunjukkan sikap curiga dan semakin tidak bersahabat. Di tambah lagi dengan perpecahan yang terjadi dalam tubuh gereja sehingga menimbulkan cap bahwa “orang Kristen hobby berkelahi” dan sangat gampang untuk memecah-belah mereka. Tanpa dipecah-belahkan pun mereka telah memecahkan dirinya, seperti yang dipaparkan oleh Paulus kepada jemaat di Korintus (I Korintus 3:4-5), bahwa jemaat di Korintus merasa bahwa mereka berasal dari golongan yang berbeda dan setiap golongan merasa merekalah yang paling benar, baik itu yang mengaku berasal dari golongan Paulus atau Apolos. Padahal, jemaat semua mengikuti jalan yang benar di mana Paulus dan Apolos memiliki tugas masing-masing dalam jemaat, dan Tuhan yang keduanya beritakan melengkapi mereka untuk kemuliaan nama-Nya. Demikian juga halnya dengan gereja masa kini. Mereka merasa bahwa golongan merekalah yang paling benar secara doktrin dan pengajaran, sedangkan gereja yang lain tidak lebih benar dari mereka dan demikian sebaliknya, sehingga kondisi ini menimbulkan GAP di antara gereja-gereja yang ada dan pada akhirnya timbul ketidaksehatian dalam tubuh Kristen itu sendiri dan sangat gampang untuk memecah-belah mereka.
Kondisi dan keberadaan ini menjadi problem tersendiri bagi gereja. Bagaimana gereja bisa mengabarkan tentang kasih Tuhan dan berbicara dengan banyak orang tentang penebusan Allah ketika gereja sendiri sebelum berbicara telah ditolak oleh mereka? Hal inilah yang seharusnya menjadi perhatian dan bahan perenungan bagi semua orang yang menyatakan dirinya adalah warga gereja, baik itu hamba Tuhan, majelis gereja, bahkan jemaat awam sekalipun.
Dikatakan lagi bahwa gereja tidak lagi memiliki kredibilitas yang tinggi, sehingga image ini menciptakan image lainnya yang diberikan masyarakat kepada gereja. Seperti, “gereja adalah pejuang yang setengah hati,” karena gereja tidak berubah dan mengubah di tengah masyarakat yang berubah, sehingga gereja terasing dari dinamika yang terjadi di masyarakat. Gereja lebih banyak bersembunyi dalam sarangnya dan mencari aman dan melupakan tugas dan tanggung jawab mereka sebagai duta Allah. Dan kritik pedas yang disampaikan oleh Pdt. Eka Darmaputera menyatakan bahwa gereja saat ini memang buta, tuli, bisu, mandul dan lumpuh.
Kenyataannya memang benar seperti yang dipaparkan oleh Pdt. Eka Darmaputera, gereja tidak lagi menarik dan merupakan suatu tempat yang membosankan dalam kondisi yang buta, tuli, bisu, mandul dan lumpuh, di mana banyak sekali permasalahan yang terjadi di dalam tubuh gereja itu sendiri yang seharusnya menjadi suatu perhatian bagi gereja tetapi tidak pernah diperhatikan oleh orang-orang yang berada di dalam gereja sehingga segala sesuatunya itu dibiarkan begitu saja.
Wacana yang telah dipaparkan oleh Pdt. Eka Darmaputra dapat menjadi suatu bahan renungan bagi gereja, bagaimana seharusnya gereja berbenah dan memperbaiki diri agar fungsi gereja yang sesungguhnya dapat dijalankan sesuai dengan apa yang Tuhan kehendaki.
Ketika gereja memasuki masa sekarang ini, di mana segala sesuatunya terus berubah, maka gereja juga harus menjawab tantangan zaman ini dengan terus memupuk diri dan menggali potensi yang ada sehingga gereja tetap eksis untuk memuliakan nama Tuhan. Gereja tidak bisa stagnan dan puas dengan keberadaan mereka yang sama sekali tidak berubah dan hal itu membuat manusia tidak lagi tertarik dengan gereja. Gereja menjadi gedung tua yang ditinggalkan oleh orang-orang dan akan semakin dilupakan jika gereja tidak segera berbenah diri.
Oleh karena itu, segala aspek yang berkenaan dengan gereja harus membenahi diri untuk bisa menjawab tantangan zaman ini dan dapat membawa masyarakat pada pemahaman yang benar tentang gereja dan lebih dari pada itu, orang dapat mengenal Kristus dengan lebih dalam dan lebih lebih sungguh lagi melalui gereja.
Personal Reflektion
Selain berbicara tentang gereja secara keseluruhan, isu-isu gereja masa kini juga berbicara tentang pribadi-pribadi yang dipanggil secara khusus oleh Allah, yang dikhususkan dan dikuduskan Allah untuk melayani-Nya, yakni para hamba Tuhan.
Berkenaan dengan hal ini, ada banyak isu yang diangkat berkaitan dengan keberadaan hamba Tuhan di gereja dan di tengah lingkungannya di masyarakat, dan dalam bagian ini mungkin hanya beberapa yang dapat dibicarakan. Pertama, hamba Tuhan dalam dunia yang berubah adalah agen Allah dalam perubahan tersebut. Sebagai agen Allah, tentu hamba Tuhan dituntut lebih banyak dibandingkan dengan manusia pada umumnya. Mereka harus bisa dan mampu hidup berbeda dari manusia pada umumnya dan membawa manusia-manusia itu untuk kembali kepada Tuhan lewat perubahan yang ada saat ini.
Dalam zaman yang semakin maju dan berubah ini, seorang hamba Tuhan tidak hanya dituntut sekedar mengurusi urusan gereja. Tetapi lebih dari pada itu, seorang hamba Tuhan juga diharapkan menjadi manusia super yang segala sesuatunya harus menguasai atau setidaknya tahu. Tetapi hal ini tentulah bukanlah menjadi suatu hal yang gampang, apalagi berbicara tentang konteks. Mungkin bagi hamba Tuhan di kota mengetahui segala sesuatu sangat gampang, tinggal mau atau tidak mereka belajar lebih banyak lagi, tetapi bagaimana halnya dengan hamba Tuhan yang tinggal di pedesaan yang dapat dikatakan bahwa segala-galanya terbatas. Bagaimana jika mereka dituntut untuk lebih pintar dan lebih banyak tahu? Ditambah lagi dengan pandangan jemaat yang beragam terhadap hamba Tuhan, di mana segala gerak-gerik yang dilakukan seorang hamba Tuhan menjadi sesautu yang “nikmat” untuk dibicarakan. Segala sesuatu yang dilakukan seorang hamba Tuhan selalu salah, jalan ke kanan salah apalagi ke kiri, dan hal seperti inilah yang saya pikir tidak adil untuk seorang hamba Tuhan.
Terkadang jemaat lupa bahwa hamba Tuhan adalah manusia biasa yang juga terbatas dalam segala sesuatunya. Karena itu mereka menuntut hamba Tuhan seperfek mungkin, tidak boleh ada cela sedikitpun. Sekali ada cela maka selamanya mereka tidak bisa diampuni dan diperlakukan semena-mena, bahkan “tanpa salahpun” mereka bisa diperlakukan semena-mena seperti pembantu atau pekerja saja. Jemaat lupa bahwa hamba Tuhan itu adalah manusia biasa tetapi yang diutus Tuhan, untuk apa? Untuk memberitakan Kristus kepada dunia.
Tidak berhenti sampai di sini, ternyata persoalan hamba Tuhan itu begitu kompleks, misalnya, ketika seorang hamba Tuhan yang telah berkeluarga dan memiliki banyak sekali tanggungan hidup yang harus mereka penuhi, sedangkan tunjangan yang diberikan gereja tidak mencukupi, apakah yang harus mereka lakukan? Berbisnis? Kembali ke diskusi kelas yang dilakukan kemarin, ternyata hal inipun melihat konteks tempat di mana hamba Tuhan itu berada dan bagaimana sistem gereja yang telah mengatur hal ini. Seorang hamba Tuhan di kota dan melayani di gereja yang lumayan besar tentu tidak ada kesempatan untuk mencari penghasilan lain di luar gereja karena mereka sibuk dengan pelayanan dan tentu tunjangan yang mereka terima itu cukup untuk kebutuhan mereka. Berbeda halnya dengan hamba Tuhan yang melayani di pedesaan bahkan di pedalaman, mereka harus bisa mandiri untuk mencari kebutuhan mereka. Kenapa? Tentu saja karena kondisi jemaat yang mereka layani. Kemungkinan besar, jemaat bukanlah jemaat yang telah maju dan sangat mampu, merekapun sangat terbatas. Ada kalanya persembahan yang mereka bawa bukanlah berupa uang, tetapi hasil bumi yang mereka miliki itulah yang menjadi persembahan mereka. Dalam keberadaan seperti ini, mau tidak mau seorang hamba Tuhan harus bisa berhikmat melihat kondisi dan situasi yang ada dan tidak bergantung kepada jemaat.
Isu lainnya yang berkembang adalah ketika seorang hamba Tuhan tidak lagi mengutamakan Tuhan dalam pelayanannya dan menempatkan diri di posisi Tuhan, sehingga orang-orang tidak lagi mencari Tuhan, tetapi mencari “hamba Tuhan” ini. Sungguh sesuatu yang sangat ironis di mana seharusnya seorang hamba itu memberitakan tentang Tuannya, tetapi yang terjadi malah sebaliknya. Segala praktik yang mereka lakukan tidak ada bedanya dengan dukun-dukun yang ada dalam zaman ini dan ini membawa keuntungan pribadi. Semakin berkembang lagi dengan pemahaman dan pengajaran tentang Kristus yang mulai dibelokkan dan menyatakan keselamatan di luar Kristus.
Jika diperhatikan dengan seksama dan direnungkan, sungguh sangat ironis, kehidupan seorang hamba Tuhan pun bisa bergeser dari nilai-nilai ilahi yang diberikan dan difirman oleh Allah, mengikuti nilai-nilai yang diajarkan oleh dunia ini. Seorang hamba Tuhan tidak lagi malu dan sungkan untuk berbuat dosa dan mencoreng nama Tuhan di depan wajah dunia, sehingga hal ini membawa pandangan tersendiri bagi hamba Tuhan pada umumnya dan dapat dijadikan tolak ukur global oleh masyarakat dunia. Untuk itu, seorang hamba Tuhan harus memiki integritas yang tinggi dan dapat membawa jemaat (khususnya) dan masyarakat (umumnya) mengenal dan tahu tentang siapa hamba Tuhan itu dan bagaimana seharusnya kehidupannya. 

Jumat, 28 September 2012

Penyakit Porno

Seperti judul yang saya tulis di atas, hal-hal yang berbau porno sudah menjadi wabah yang memborok dan sulit sekali untuk disembuhkan. Mewabah dalam dunia orang dewasa bahkan sudah menjalar dan mengakar di dalam kehidupan anak-anak yang masih "bau kencur". Hal ini terlihat dari maraknya gambar-gambar, foto-foto, video-video, film-film yang sedikit menyerempet atau bahkan bener-benar menjual dan mempertontonkan hal-hal demikian, dan semakin parah karena sudah berubah wujud sebagai pola hidup beberapa kalangan, dan bukan perkara sulit untuk mendapatkan keseluruhan atau sebagian kecil dari "penyakit" ini.

Dimulai dengan alasan coba-coba, hingga terbiasa bahkan kecanduan. Coba-coba karena penasaran "bagaimana sich bentuk penyakit itu?" rasa penasaran terus menjalar kemudian berusaha memenehi rasa penasaran itu dengan melihat. Setelah melihat satu, tidak puas, ternyata masih bayak lagi yang lainnya dengan bentuk dan karakter berbeda. Dari coba-coba menjadi terbiasa, dari satu bentuk ke bentuk lainnya, lama-lama menjadi "candu" ada yang kurang kalau tidak melihat, merasa ketinggalan kalau tidak tahu barang baru, merasa aneh karena tidak dirayapi penyakit ini pelan-pelan menjadi pola yang mengikat, bahkan sangat mengakar dan tidak dapat disembuhkan. Jika sudah demikian, apa yang terjadi kemudian? Kelumpuhan akal sehat, kerusakan moral, bahkan tindakan kriminal yang merugikan diri sendiri dan orang lain akhirnya KEMATIAN TOTAL, karena semua sistem pemikiran telah dikuasai oleh penyakit ini.

Pertanyaannya, bagaimana jika sudah seperti ini?? Apa yang harus dilakukan??  
Pertama, berani pada diri sendiri, berani untuk menyadari, mengakui dan memusnahkan penyakit itu, bahkan harus segera dimusnahkan. Kedua, berani kepada Pencipta, berani untuk mengakui kesalahan itu, menyelesaikan bersama-Nya dan meminta bantuan-Nya untuk melepaskan penyakit itu. Ketiga, berani kepada orang lain, berani untuk datang kepada orang yang benar-benar bisa membantu untuk menyembuhkan penyakit itu.

Tentu tidak gampang, ada dan butuh proses dan kerinduan untuk menyelesaikannya....dan satu terakhir, bantuan dari PENCIPTA yang hebat dan luar biasa itu maka penyakit itu akan sembuh.




Rabu, 26 September 2012

Kenangan Mengenang

alunan syair membinggungkanku, membawaku terbayang melayang kembali keperadaban sebelum saat ini... aku semakin larut dan semakin binggung, kemana otakku melayang membawaku... hati juga mendung mendukung suasana yang telah tercipta dalam ruang kerajaanku...

ah... rasa syahdu mengelitik kalbu, mengingat suatu masa yang sudah lama berlalu dan tentang mereka yang juga sudah lama hilang melayang dan akupun tak tahu kemana mereka berlalu....

manik-manik mata pun perlahan-lahan berlomba menuju tempat terbawah yang bisa mereka capai, beriringan dengan lyric-lyric yang mengalun indah membongkar ingatan itu, tentang masa yang sudah berlalu sehingga kenangan mengenang membentuk kolam pemikiran yang tak terbatas...
ah... kenapa kembali lagi? kenapa terpikir lagi? kenapa teringat lagi? membinggungkan sekaligus menyakitkan juga menyebalkan.......

perasaan, membawa langkah kaki kembali pada masa yang telah pergi, membawa kembali semua yang sudah mati, membangunkan semua yang menyepi, menyatukan dalam kolam pemikiran yang tak terbatas itu...

ah......

Jalanan



Keluar dari pintu, aku menemukan jalanan yang begitu ramai, ada orang-orang yang duduk-duduk sambil berbincang, tertawa, merekok, minum....berbelok ke kanan, telusuri terus jalanan itu...kembali aku menemukan banyak mereka yang berpakaian dinas sedang duduk di kursi-kursi minuman di jalanan itu. Tiba ku dikotak kubus, kuketok dalamnya, ternyata tak ada isinya, kembali kuberjalan.

Jalanan itu tetap riuh oleh suara-suara itu, manusia berusaha bersaing mengalahkan mesin-mesin itu, gelak tawa terus membahana mengalun bersama suasana panas pekat menyengat... Tak kurasa peluhku mulai menetes.

Tak kurasa kakiku melangkah memasuki benda persegi panjang itu, menikmati bagian demi bagian di dalamnya, ku temukan aroma yang menyegarkan dan menenangkanku, ku singgahi tempat yang lain lagi, ku menemukan seorang perempuan yang merasa mendahulukan ku dan berusaha berdebat dengan pria itu yang  menyerebotku, akhirnya mereka berakhir dan aku selesai dengan benda persegi panjang itu.

Kembali aku menapaki jalan yang sama dengan aku pergi tadi, aku tetap menemukan pria-pria berseragam itu, dengan kendaraan yang mereka miliki, mereka bergerombol, aku tidak tahu apa yang terjadi di sini, hanya terlihat siaga di mana-mana.... kakiku tak mau berhenti, terus melangkah, mataku menemukan stand buah-buahan, ada pula kue khas suatu perayaan, hatiku bertanya, "akan ada perayaan apa ya?" aku tetap binggung, tapi kakiku tak berkompromi dengan bibir, otak dan mataku, dia terus melangkah..

Kutemukan lagi gelak tawa mereka, rokok, perbincangan, akhirnya kakiku berhenti, otak memerintahkan tangan tuk merogoh saku, mengambil kunci dan membuka pintu. Rupanya ku harus masuk kembali ke dalam kerajaanku...

Jalanan sudah berlalu............

Every Single Day



Hari ini, untuk kesekian kalinya dari setiap hari yang aku perhatikan, setiap aku melewati jalanan itu, aku menemukan sepasang manusia diusia yang tidak lagi belia, saling bergandengan tangan menapaki jalanan menghirup udara yang nyaman di sekitar pepohonan yang rindang.

Aku melihat sorot kebahagian dari sentuhan tangan mereka, aku melihat sukacita digelak tawa yang terpantul dari raut mata mereka, aku melihat ada kedamaian ketika mereka bersama, saling berbicara dan berpandangan layaknya manusia muda yang baru memadu cinta.

Suatu yang sudah jarang ku temukan ketika aku menapaki kota-kota lintasanku. Kota-kota yang penuh dengan kesibukan sehingga tidak ada lagi gandengan tangan antara sepasang manusia, hanya mereka yang baru memadu cinta yang melakukan itu, selain itu, kesibukan yang mewarnai hari-hari manusia.

Di Kota-kota ini aku melihat kesibukan setiap orang, dengan raut wajah lurus tanpa ekspresi, masing-masing terlarut dalam pemikiran... Entah apa.... akupun tidak tahu. Sibuk dengan karir, sibuk dengan urusan masing-masing, sibuk dengan hal yang mereka pikir itu paling penting untuk mereka pikirkan, sehingga sepasang manusia lupa untuk saling bergandengan tangan melewati jalanan yang mereka lalui di setiap waktu pertengahan hidup mereka, disetiap hari yang harus mereka lalui.

Bejana Allah 2 Korintus 4:7

tetapi harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah bukan dari diri kami.

Film Jackie Chan tentang perebutan mutiara. JC menghadiri pesta pernikahan pamannya di US, pamannya ini memiliki supermarket, tetapi kemudian dijual kepada satu wanita keturunan tionghoa juga. Pada suatu hari terjadi kekacauan di supermarket ini, ada sekelompok preman yang menguntil, tetapi ketahuan dan dihajar oleh JC. Karena merasa dipermalukan, mereka membalas dendam kepada JC. Dihari berikutnya, di sudut kota yang lain, terjadi transaksi antara gangster, sebut saja A dan B, kel. B menjual permata kepada A dengan jumlah yang banyak. Masalahnya mulai terjadi ketika kel. A melakukan kecurangan, mereka tidak mau kehilangan uang dan juga ingin mendapatkan permata tersebut, oleh karena itu mereka menggunakan cara yang sangat licik, yakni membunuh kel. B. maka terjadilah baku tembak di antara mereka, tetapi ternyata suasana tidak menguntungkan untuk kel. B, sehingga mereka terdesak dan akhirnya ditembak hingga mati, tetapi permatanya masih di tangan mereka. Kebenaran, ada salah satu anggota preman yang nguntil tadi, ada di TKP, ketika ia melihat permata, ia gelap mata dan mengambil permata tersebut. Singkat cerita, kel. A tidak terima permatanya hilang, oleh karena itu mereka memburu satu preman ini dan menyerang juga kelompoknya, seingga salah satu anggota preman mati dengan cara dimasukkan ke dalam mesin penghancur kayu. Sedangkan satu anggota preman itu, namanya Theo, berjuang juga untuk memiliki permata itu. Akhirnya memang menang para preman dengan bantun JC dan permata itu diserahkan kepada polisi karena ternyata itu adalah barang selundupan.
Betapa berharganya permata itu sampai-sampai orang rela mengorbankan nyawa orang lain dan mempertaruhkan nyawa diri sendiri untuk memiliki permata tersebut. Pertanyaan saya, kita sendiri bagaimana memperlakukan barang berharga kita?
Ada beberapa sikap:

  •     Menyimpannya dengan sangat baik
  •     Merawatnya (membersihkan)
  •     Menjaganya
  •     Menginvestasikannya agar bertambah


Teman-teman, Tuhan juga memiliki harta yang sangat berharga seperti yang dituliskan dalam firman Tuhan bagi kita hari ini. Dituliskan dan dijelaskan dalam 2 Korintus 4:1-6, bahwa harta yang sangat berharga itu adalah pekabaran tentang terang Allah, yakni keselamatan kekal yang diberikan oleh Allah melalui anak-Nya, Tuhan Yesus Kristus. Inilah harta yang sangat berharga itu, yakni Yesus Kristus.
Seperti barang berharga pada umumnya, harta yang Tuhan berikan ini sangat-sangat berharga, tidak bisa sembarang untuk disia-siakan. Tuhan ingin kita menyimpannya baik-baik, gimana caranya?

  •     Firman yang sudah didengarkan, disimpan baik-baik didalam hati
  •     Direnungkan
  •     Dikerjakan dalam kehidupan sehari-hari
  •     Bahkan diinvestasikan – disharingkan dengan orang lain agar menghasilkan buah yang banyak dan juga memberkati orang lain

Masalahnya sekarang, harta yang sangat berharga itu disimpan dalam bejana tanah liat, bukannya disimpan di safty box atau dipeti besi yang terkunci kuat, bukan, tetapi justru disimpan dalam bejana tanah liat, satu tempat yang sangat rentan untuk hancur, sangat-sangat rapuh.
Teman-teman pernah membuat kerajinan dengan tanah liat? Nah, ada proseskan yang harus dilalui untuk mendapat hasil yang maksimal.

  •     Memilih bahan, tidak boleh mengandung pasir
  •     Membersihkan, memisahkannya dari rumput ataupun kotoran
  •     Memadatkan, agar tidak ada lagi rongga didalam tanah yang terisi oleh udara, sebab udara dapat mengurangi kualitas tanah, sehingga ketika telah kering akan retak bahkan pecah.
  •     Membentuk, dengan atau tanpa alat
  •     Membakar/ menjemur

Proses yang panjang inilah yang akhirnya menghasilkan bejana yang sangat indah bahkan sangat bernilai/ mahal.
Teman-teman, kita di tangan Allah bagai bejana yang dikerjakan penjunan. Kita mengalami proses dalam hidup kita, kadang menyenangkan, tetapi mungkin lebih banyak yang menyakitkan. Tetapi perlu kita ketahui bersama, semua proses yang kita lalui itu bukan alasan untuk kita menyerah pada kenyataan tetapi justru harus menjadi pecut yang menyemangati dan menguatkan hidup kita, membentuk kita menjadi orang-orang yang terpakai dengan luar biasa, seperti bejana tanah liat yang digunakan untuk menyimpan harta.
Kita memang seperti bejana tanah liat, yang rapuh, bahkan sangat rapuh, gampang rusak dan pecah, tetapi, kita sudah melalui proses yang sangat panjang sehingga kita menjadi indah dan sangat berharga. Walaupun rapuh, Tuhan mau memakainya untuk menyimpan harta-Nya, justru yang rapuh inilah yang Tuhan percayakan untuk menyimpan harta-Nya yang sangat berharga itu. Tuhan tahu, justru karena kita rapuh, kita mau dipakai agar dapat dibentuk dan kalaupun pecah, dapat dibentuk kembali.
Itulah kita di mata Tuhan, sangat rapuh sekaligus sangat berharga. Tuhan Yesus tahu, kita, manusia gampang untuk berbuat dosa dan kesalahan, tetapi Tuhan terus mempercayakan Injil-Nya kepada kita, supaya apa? Supaya kita terus bergantung kepada-Nya, sehingga kita terus memperbaiki diri, menjauhi dosa dan berlari menuju kesempurnaan dalam keserupaan dengan Allah.
Teman-teman, orang yang tahu kelemahannya, pasti akan mencari cara untuk mengatasi kelemahannya tersebut dan berusaha menemukan kelebihannya. Benar ga? Tapi teman-teman, tidak ada orang yang benar-benar sempurna untuk mampu mengatasi dirinya sendiri, benar lagi ga? Dan Tuhan tahu itu, sangat-sangat tahu dan oleh karena itu, dalam kalimat selanjutnya dituliskan bahwa Tuhan memberikan kekuatan yang melimpah-limpah kepada bejana-Nya, orang-orang yang dititipkan Injil, kasih Allah di dalam dirinya. Supaya apa? Supaya nyata itu semua adalah perbuatan Tuhan. Dan ketika kita menyadari hal ini, maka pasti sepenuhnya kita berserah dan bergantung kepada Allah, karena kita lemah dan tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Allah. 

Oleh karena kita tidak ada apa-apanya, teman-teman, maka jangan timbul kesombangan dalam diri kita karena kita lahir di tengah keluarga yang kaya, dikaruniai otak yang encer, paras yang menawan dsb, karena itu tidak ada apa-apa, karena kita semua sama, hanyalah tanah liat yang sama-sama dibentuk oleh tangan Allah.
Atau jangan kita berkecil hati bahkan rendah diri ketika kita dilahirkan di keluarga yang cukup bahkan kekurangan, atau kita dianggap tidak ada oleh semua orang, atau dihina atau dikucilkan karena keberadaan kita, atau hal-hal lainnya yang sangat menyakitkan, karena kita adalah tanah liat yang telah dijadikan bejana oleh Allah, dibentuk dengan sangat indah dan dijadikan berharga di mata Tuhan, bahkan dititipkan harta-Nya yang sangat berharga, Injil itu, dititipkan kepada kita, kepada kamu dan juga saya.

catatan

Untuk sebagian orang, mengambil keputusan adalah hal yang tersulit, tetapi tidak berlaku untuk sebagian orang lainnya. Yang menjadi kesulitan adalah menjalani keputusan tersebut dan saya yakin semua orang pasti setuju untuk pernyataan ini. Dibutuhkan satu kemauan dan segudang perjuangan untuk dapat menjalani satu atau suatu keputusan.

Perjuangan untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang ada, mungkin tidak diterima oleh lingkungan, mungkin kesendirian, mungkin pula ketidakinginan untuk beradaptasi membuat perjuangan itu semakin sulit. Bagai memanjat gunung Everest, yang ketinggiannya mencapai 8.850m di atas permukaan laut.

Tidak berhenti sampai di sana, perjuangan terus berlanjut, dengan tugas dan tanggung jawab yang harus diselesaikan tanpa "google map" dan setumpuk tanggung jawab lainnya yang akan menyusul di masa-masa mendatang.

belum juga berhenti, belum lagi perjuangan dengan hal lainnya yang memang belum beres di segala aspek, kehidupan pribadi, kehidupan berkeluarga, kehidupan kelompok, kehidupan bermasyarakat, kehidupan berbangsa dan bernegara, sepertinya tidak ada habisnya.    

akhirnya, memang hidup itu harus berjuang dimulai dengan satu keputusan dan inilah yang seharusnya menjadi catatan setiap orang.